Mobilitas Sosial

 

Mobilitas Sosial

1.Pengertian Mobilitas Sosial

Realitanya pada masyarakat kita terdapat suatu sistem yang dikenal dengan istilah hirarki sosial, adapun hirarki sosial itu sendiri dapat kita ibaratkan sebagai tangga, terdapat individu-indivudu tersebar di tingkatan tangga, ada yang sudah berada di tangga atas dan ada yang masih di tangga bawah, ada pula yang berada di tengah sedang berusaha untuk berpindah posisi ke puncak tangga.

Nah, para individu/kelompok yang melakukan upaya perpindahan posisi sosial disebut dengan istilah mobilitas sosial.

Secara alamiah, sebagian besar individu berlomba-lomba merubah posisi sosialnya dan mencapai puncak hirarki sosial, tujuannya bisa bermacam-macam: ada yang ingin mendapatkan pengakuan oleh masyarakat luas (status sosial), ada yang ingin keluarganya dihormati, dan lain sebagainya. Apapun tujuannya, kegiatan tersebut merupakan bagian dari mobilitas sosial.

Mobilitas sosial bukan hanya mengenai hasil perpindahan posisi sosial menjadi lebih tinggi namun bisa menjadi lebih rendah (mobilitas sosial vertikal), ada pula orang yang berpindah posisi sosial namun tetap berada pada level/derajat yang sama (mobilitas sosial horizontal).


Ilustrasi: Masyarakat yang sedang melakukan mobilitas sosial
Sumber gambar: medicaldaily.com

Istilah mobilitas sosial serta hirarki sosial sangat erat kaitannya dengan istilah meriktorasi. Meriktorasi digunakan untuk menggambarkan tipe masyarakat dimana kekayaan, pendapatan dan status sosial didapatkan melalui kompetisi. Artinya, kesempatan setiap individu dalam mencapai puncak hirarki tidaklah pernah sama.

Adapun kemampuan seseorang untuk berpindah posisi sosial sangat ditentukan oleh modal ekonomi, sosial dan budaya. Bagi anak yang berasal dari keluarga mampu, bersekolah di universitas ternama dan mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi mungkin adalah hal yang mudah, namun bagi anak yang bukan berasal dari keluarga berada, bersekolah hingga tingkatan universitas mungkin hanyalah sekedar angan-angan karena keluarganya hanya mampu membiayai ia hingga jenjang SMP.

 

2.Bentuk dan Contoh Mobilitas Sosial

·         Mobilitas Sosial Vertikal

Pernahkah kamu mendengar ada berita yang cukup viral di Indonesia mengenai kisah perempuan berprestasi bernama Raeni yang merupakan anak tukang becak? Raeni yang bukan berasal dari keluarga berada dan terpandang di Semarang berhasil dikenal orang sebagai wisudawan terbaik di Universitas Negeri Semarang dengan IPK 3.96. Tak selesai disitu, ia kemudian melanjutkan studi S2 dan S3 melalui beasiswa LPDP di Universitas Birmingham di Inggris.

Kisah hidup Raeni dengan jelas menggambarkan adanya fenomena mobilitas sosial vertikal ke atas / naik. Raeni berhasil mengubah posisi sosial dirinya serta keluarganya menjadi lebih baik dibandingkan keadaan sebelumnya dengan segala keterbatasan ekonomi yang ada. Meskipun ayah Raeni berpendidikan rendah dan berprofesi sebagai tukang becak namun Raeni mampu menempuh jenjang pendidikan tertinggi berkat usaha dan kerja kerasnya hingga akhirnya Raeni mampu berprofesi sebagai dosen.

Anak tukang becak yang hidup sukses mengalami mobilitas sosial vertikal ke atas

Sumber gambar: i.ytimg.com

Masih berkaitan dengan mobilitas sosial vertikal, ada yang disebut sebagai mobilitas intragenerasi dan mobilitas antargenerasi. Penjelasannya sebagai berikut:

i)        Mobilitas intragenerasi adalah perpindahan posisi sosial seseorang yang terjadi dalam satu lingkup generasi. Jadi, dampak dari perpindahan posisi yang terjadi hanya dirasakan oleh individu itu sendiri. Contohnya, seorang siswi SMA yang naik kelas berarti ia telah melakukan mobilitas intragenerasi naik. Sebaliknya siswi SMA yang nilainya jelek dan turun kelas telah melakukan mobilitas intragenerasi turun.

ii)      Sedangkan mobilitas antargenerasi adalah perpindahan posisi sosial seseorang yang memiliki dampak lintas generasi. Jadi dengan kata lain, perpindahan posisi sosial seseorang berpengaruh besar dalam menaikkan atau menurunkan posisi sosial orang lain yang berbeda generasi. Kisah Raeni yang berhasil berprofesi menjadi dosen dan meningkatkan derajat keluarganya meskipun ayahnya berprofesi sebagai tukang becak merupakan contoh mobilitas antargenerasi naik. Adapun pada kisah Setya Novanto, seorang pejabat yang dipenjara karena kasus korupsi, merupakan contoh mobilitas antargenerasi turun. Keluarga dan anak dari Setya Novanto yang sebelumnya dipandang terhormat oleh masyarakat berubah status sosialnya menjadi lebih rendah dimata masyarakat luas.

 

·         Mobilitas Sosial Horizontal

Dalam mobilitas horizontal, perpindahan posisi sosial individu tidak menjadi lebih tinggi ataupun lebih rendah, melainkan sejajar seperti pada posisi sosial sebelumnya. Itulah mengapa dikategorikan horizontal.

Sebagai contoh, seorang guru SMA dipindah tugaskan dari Bandung ke Jakarta. Guru tersebut tergolong mengalami mobilitas sosial horizontal karena ia hanya berpindah tempat kerja namun tidak berpindah posisi sosial. Ia tidak mengalami perubahan jabatan menjad lebih tinggi atau rendah dibandingkan sebelumnya

 

3.Faktor Pendorong Mobilitas Sosial

Terdapat beberapa faktor yang dapat mendorong serta memudahkan individu untuk melakukan mobilitas sosial, yaitu sebagai berikut:

Status sosial

Individu yang memiliki status sosial rendah akan cenderung merasa kurang puas dan akan melakukan proses mobilitas sosial guna mendapatkan status sosial yang lebih tinggi.

Situasi ekonomi

Keadaan ekonomi yang baik dapat mendorong individu untuk melakukan mobilitas sosial, misalnya membuka bisnis, dsb.

Situasi politik

Keadaan politik yang baik akan memberikan masyarakat kesempatan untuk melakukan mobilitas. Misal dalam negara demokrasi, individu diberi banyak kebebasan dalam kehidupan dan menentukan nasibnya sendiri.

Situasi sosial budaya

Kondisi sosial budaya pada suatu wilayah dapat terlihat dari karakteristik penduduknya. Apabila karakteristik penduduk terbuka terhadap perubahan maka akan memudahkan individu untuk melakukan kegiatan mobilitas sosial.

Kondisi Geografis

Secara geografis, wilayah perkotaan akan menarik lebih banyak individu untuk melakukan mobilitas sosial karena dianggap lebih banyak menyediakan lapangan pekerjaan.

Latar Belakang Etnisitas

Pada beberapa etnis tertentu, seorang anak diharuskan untuk pergi merantau ke wilayah lain dan melakukan mobilitas sosial.

 

4.Faktor Penghambat Mobilitas Sosial

Terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat individu untuk melakukan mobilitas sosial, yaitu sebagai berikut:

Perbedaan kepentingan

Kompetisi atau persaingan dalam melakukan mobilitas sosial vertikal antar satu individu dengan yang lainnya menunjukkan adanya perbedaan kepentingan. Apabila perbedaan kepentingan yang tidak bisa dikelola maka akan menghambat individu untuk melakukan perpindahan posisi sosial menjadi lebih baik.

Diskriminasi suku, etnisitas, ras dan agama

Adanya diskriminasi atau pembatasan sosial dapat membuat individu dengan latar belakang suku, etnisitas, ras dan agama minoritas mengalami kesulitan untuk melakukan mobilitas sosial vertikal naik.

Diskriminasi gender

Pada masyarakat tertentu yang kental dengan budaya patriarki (didominasi oleh laki-laki) akan cenderung merugikan perempuan dalam melakukan mobilitas sosial. Dalam hal ini, terdapat lebih sedikit kesempatan bagi perempuan dalam mencari pekerjaan atau menduduki posisi tinggi dalam suatu organisasi yang menyebabkan perempuan sulit melakukan perpindahan status sosial.

Kemiskinan

Keterbatasan ekonomi seorang individu dapat menghambat dirinya untuk mencapai status sosial tertentu yang lebih dihormati oleh masyarakat luas.

 

5.Saluran Mobilitas Sosial

Terdapat beberapa saluran yang memungkinakan individu untuk melakukan mobilitas sosial, yaitu sebagai berikut:

Institusi Pendidikan

Tingkat pendidikan dianggap sebagai faktor penting yang dapat meningkatkan status sosial seseorang. Institusi pendidikan dimaksud bukan hanya pendidikan formal, namun juga informal dan non-formal. Sebagai contoh, sekolah dan universitas merupakan institusi pendidikan yang berperan sebagai saluran mobilitas vertikal bagi seseorang yang ingin mendapatkan pekerjaan yang mapan dan meningkatkan taraf kehidupannya.

Institusi Keagamaan

Tempat-tempat keagamaan memungkinkan orang untuk melakukan mobilisasi sosial. Seorang pemuka agama seperti seorang Ustad atau Pastor dipandang sebagai orang yang berkedudukan tinggi dan dihormati oleh masyarakat.

Organisasi Politik

Organisasi politik seperti partai politik merupakan saluran yang memungkinkan individu untuk melakukan mobilitas sosial vertikal. Para tokoh-tokoh politik cenderung dipandang memiliki status sosial yang tinggi dimata para pendukungnya serta masyarakat luas.

Organisasi Ekonomi

Dalam hal ini organisasi ekonomi sebagai saluran mobilitas sosial dapat merujuk pada suatu perusahaan. Individu yang bekerja pada perusahaan dapat melakukan mobilitas sosial karena perusahaan memungkinkan orang untuk saling berkompetisi menduduki jabatan tertentu dan merubah status sosialnya.

Organisasi Keahlian

Hampir sama dengan institusi pendidikan, organisasi keahlian sepert Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memungkinkan orang untuk mendapatkan status sosial tertentu dan mendapat pengakuan dari masyarakat.

Akademi Militer

Akademi militer merupakan saluran mobilitas yang dapat mendorong individu untuk melakukan perpindahan posisi sosial dengan cara mencapai pangkat kemiliteran tertentu.

Ikatan Pernikahan

Seorang individu dapat merubah nasib dirinya dan memperoleh status sosial tertentu dengan menjalin ikatan pernikahan dengan pasangan yang memiliki status sosial tinggi dari dirinya.

Konsumsi Budaya

Dengan mengkonsumsi produk seperti pakaian rancangan desainer ternama dan barang-barang mewah, seseorang dapat memperoleh status sosial yang tinggi dimata masyarakat.

 

6.Dampak Mobilitas Sosial

(+) Dampak Positif

Mendorong individu untuk berusaha memperbaiki kehidupan;

Mempercepat perubahan sosial masyarakat menjadi lebih maju;

Mendorong terjadinya integrasi sosial dalam masyarakat.

(-) Dampak Negatif

Menimbulkan konflik sosial antar individu yang berbeda kelas, antar kelompok yang berbeda latar belakang suku, etnisitas, ras dan agama serta konflik antar generasi;

Berkurangnya solidaritas dan ikatan sosial antar kelompok masyarakat;

Menimbulkan kompetisi yang timpang;

Menimbulkan gejala psikologis seperti kecemasan dan ketakutan.

Komentar